Jumat, 01 Maret 2013

Akhir Sebuah Penantian


Sore itu, Husna mencari-cari Hand Phone- nya yang dari pagi tidak dia sentuh. Dengan harapan ketika dia membuka  hand phone- nya, sudah ada pesan dari sang kekasih. Ternyata, mengecewakan. Tak ada satu pesan pun yang mampir di inbox- nya. Bahkan sudah beberapa hari, tak ada kabar dari sang kekasih. Dia pun menaruh kembali benda kecil berbentuk kotak itu di atas meja.
“Sore ini beda. Tidak seperti sore di hari-hari kemarin.” Gumamnya sembari duduk di dekat kolam samping rumahnya.
Yaa. Pada hari itu dia tepat berusia 22 tahun. Seseorang yang dia harapkan memberikan sesuatu yang spesial pada hari tersebut, ternyata tak kunjung datang, entah hanya lewat pesan singkat pun. Wajar saja kalau Husna merasa kecewa.
 Suara adzan Maghrib berkumandang. Menandakan bahwa hari mulai gelap. Husna pun bergegas mengambil air wudhu dan melaksanakan sholat berjama’ah di rumah bersama keluarga.
Suasana masih seperti har-hari biasanya. Suara khas Husna dengan tartilnya, memecah kesunyian malam hari.
Tiba-tiba Husna menghentikan bacaan Al-Qur’an nya. Dia mendengar ada seseorang mengetuk pintu rumah seraya mengucap salam. Husna pun bergegas keluar untuk melihat siapa yang datang.
Beberapa langkah lagi Husna mencapai daun pintu. Namun, ayahnya lebih dulu membukakan pintu itu. Masuklah tamu itu ke dalam rumah. Seketika Husna diam tanpa kata. Dia terkejut. Lebih tepatnya dia sangat terkejut.
Tamu itu adalah Hasan, sang kekasih, yang mengajak serta kedua orang tuanya. Wajar saja Husna kaget, karena seharusnya Hasan tidak di kotanya. Hasan sedang mengejar karir di ibukota. Tapi tanpa adanya kabar, tiba-tiba Hasan datang dengan kedua orang tuanya pula.
Husna langsung menghampiri keluarga sang kekasih tersebut.
Percakapan berlangsung hangat, layaknya percakapan dua keluarga yang sudah lama akrab. Padahal itu adalah kali pertama keluarga Husna bertemu dengan keluarga Hasan.
30 menit pemanasan percakan pun berlalu. Tiba-tiba suasana menegang. Ayah Hasan dengan sopannya menyampaikan maksud kedatangan mereka ke rumah. Mereka semua pun terdiam mendengarkan kata per katanya dengan seksama.
“Ehm, sepertinya jamnya terus berputar. Jadi saya ingin menyampaikan maksud kedatangan kami kesini. Dan mungkin bapak, ibu, dan nak Husna sendiri sudah bisa menebak. Pak, Bu, kita sudah sama-sama tahu tentang hubungan anak-anak kita.”................ dan begitulah seterusnya. INTInya, ayah Hasan melamarkan Husna untuk anaknya.
Husna hanya terdiam, mengikuti alur yang ada. Keluarga Husna menyerahkan jawaban kepada Husna. Husna pun menjawab,”Insya Allah, saya akan berusaha untuk menjadi istri yang sholeh bagi mas Hasan.”
Alhamdulillah... Acara lamaran pun berjalan lancar. Tanggal pernikahanpun ditentukan. Mereka akan segera mengarungi bahtera rumah tangga bersama. Mengisi kekurangan satu sama lain, memahami kekurangan dan kelebihan masing-masing. Dan akhirnya mereka dapat bersatu dalam ikatan suci dan ridho Allah, setelah penantian panjang yang mereka jalani.
Mereka telah berhasil memegang komitmen untuk hidup bersama sejak 4 tahun silam. Selama 4 tahun itulah, mereka saling mengenal satu sama lain. Seiring berjalannya waktu, kelebihan dan kekurangan masing-masing pun terbuka. Namun, mereka tetap berkomitmen dan mau menerima satu sama lain apa adanya. Asam manisnya cinta telah mereka alami.
Waktu 4 tahun itu mereka gunakan untuk mendapatkan ridho Allah dan orang tua masing-masing. Tak sedikit rintangan yang mereka alami. Cobaan datang dari berbagai sisi. Mulai dari godaan dari jarak yang memisahkan, wanita atau laki-laki lain, halangan dari orang tua, mereka dapat melaluinya dengan sabar. Cobaan terberat yang mereka alami adalah, sifat kekanak-kanakan dari Husna. Sebenarnya, Husna adalah wanita yang sudah cukup dewasa. Namun ketika dihadapkan dengan perasaan rindu, sifat kenak-kanakannya muncul. Tapi, dengan sabar Hasan menghadapi sifat Husna. Tanpa ada rasa capek, Hasan selalu memberikan nasihat-nasihat positif terhadap Husna.
Yaa, Hasan lah yang selama ini menjadi penguat Husna ketika dia sedang dalam masalah. Hasan selalu dapat memberikan saran tepat untuk Husna. Itulah yang membuat Husna menetapkan hatinya untuk Hasan. Karena Hasan adalah seseorang yang tak hanya agamis dan sabar, tapi juga Hasan adalah sesosok calon suami dan ayah yang patut dicontoh dan dapat menentramkan hati siapa saja yang berada di dekatnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terpopuler