“Sore ini beda. Tidak seperti sore di
hari-hari kemarin.” Gumamnya sembari duduk di dekat kolam samping rumahnya.
Yaa. Pada hari itu dia tepat berusia 22
tahun. Seseorang yang dia harapkan memberikan sesuatu yang spesial pada hari
tersebut, ternyata tak kunjung datang, entah hanya lewat pesan singkat pun. Wajar
saja kalau Husna merasa kecewa.
Suara
adzan Maghrib berkumandang. Menandakan bahwa hari mulai gelap. Husna pun
bergegas mengambil air wudhu dan melaksanakan sholat berjama’ah di rumah bersama
keluarga.
Suasana masih seperti har-hari biasanya. Suara
khas Husna dengan tartilnya, memecah kesunyian malam hari.
Tiba-tiba Husna menghentikan bacaan
Al-Qur’an nya. Dia mendengar ada seseorang mengetuk pintu rumah seraya mengucap
salam. Husna pun bergegas keluar untuk melihat siapa yang datang.
Beberapa langkah lagi Husna mencapai daun
pintu. Namun, ayahnya lebih dulu membukakan pintu itu. Masuklah tamu itu ke
dalam rumah. Seketika Husna diam tanpa kata. Dia terkejut. Lebih tepatnya dia
sangat terkejut.
Tamu itu adalah Hasan, sang kekasih, yang
mengajak serta kedua orang tuanya. Wajar saja Husna kaget, karena seharusnya
Hasan tidak di kotanya. Hasan sedang mengejar karir di ibukota. Tapi tanpa
adanya kabar, tiba-tiba Hasan datang dengan kedua orang tuanya pula.
Husna langsung menghampiri keluarga sang
kekasih tersebut.
Percakapan berlangsung hangat, layaknya
percakapan dua keluarga yang sudah lama akrab. Padahal itu adalah kali pertama
keluarga Husna bertemu dengan keluarga Hasan.
30 menit pemanasan percakan pun berlalu. Tiba-tiba
suasana menegang. Ayah Hasan dengan sopannya menyampaikan maksud kedatangan
mereka ke rumah. Mereka semua pun terdiam mendengarkan kata per katanya dengan
seksama.
“Ehm, sepertinya jamnya terus berputar. Jadi
saya ingin menyampaikan maksud kedatangan kami kesini. Dan mungkin bapak, ibu,
dan nak Husna sendiri sudah bisa menebak. Pak, Bu, kita sudah sama-sama tahu
tentang hubungan anak-anak kita.”................ dan begitulah seterusnya.
INTInya, ayah Hasan melamarkan Husna untuk anaknya.
Husna hanya terdiam, mengikuti alur yang
ada. Keluarga Husna menyerahkan jawaban kepada Husna. Husna pun menjawab,”Insya
Allah, saya akan berusaha untuk menjadi istri yang sholeh bagi mas Hasan.”
Alhamdulillah... Acara
lamaran pun berjalan lancar. Tanggal pernikahanpun ditentukan. Mereka akan
segera mengarungi bahtera rumah tangga bersama. Mengisi kekurangan satu sama
lain, memahami kekurangan dan kelebihan masing-masing. Dan akhirnya mereka
dapat bersatu dalam ikatan suci dan ridho Allah, setelah penantian panjang yang
mereka jalani.
Mereka telah berhasil memegang komitmen
untuk hidup bersama sejak 4 tahun silam. Selama 4 tahun itulah, mereka saling
mengenal satu sama lain. Seiring berjalannya waktu, kelebihan dan kekurangan
masing-masing pun terbuka. Namun, mereka tetap berkomitmen dan mau menerima
satu sama lain apa adanya. Asam manisnya cinta telah mereka alami.
Waktu 4 tahun itu mereka gunakan untuk
mendapatkan ridho Allah dan orang tua masing-masing. Tak sedikit rintangan yang
mereka alami. Cobaan datang dari berbagai sisi. Mulai dari godaan dari jarak
yang memisahkan, wanita atau laki-laki lain, halangan dari orang tua, mereka
dapat melaluinya dengan sabar. Cobaan terberat yang mereka alami adalah, sifat
kekanak-kanakan dari Husna. Sebenarnya, Husna adalah wanita yang sudah cukup
dewasa. Namun ketika dihadapkan dengan perasaan rindu, sifat kenak-kanakannya
muncul. Tapi, dengan sabar Hasan menghadapi sifat Husna. Tanpa ada rasa capek,
Hasan selalu memberikan nasihat-nasihat positif terhadap Husna.
Yaa, Hasan lah yang selama ini menjadi
penguat Husna ketika dia sedang dalam masalah. Hasan selalu dapat memberikan
saran tepat untuk Husna. Itulah yang membuat Husna menetapkan hatinya untuk
Hasan. Karena Hasan adalah seseorang yang tak hanya agamis dan sabar, tapi juga
Hasan adalah sesosok calon suami dan ayah yang patut dicontoh dan dapat
menentramkan hati siapa saja yang berada di dekatnya.


Tidak ada komentar:
Posting Komentar